Minggu, 07 November 2010

TRANSPLANTASI ORGAN


1)SEJARAH
Yang memberikan ilham masalah transplantasi dalam Ilmu Kedokteran adalah:
1. Terciptanya Hawa dari tulang iga yang diambil dari tulang iga milik Adam.
2. Legenda taentang Icarus yang berhasil membuat sayap dari bulu burung garuda lalu ditempelkan di badannya.
Kira-kira 2000 tahun sebelum Kristus, di Mesir ditemukan sebuah manuskrip yang isinya antara lain uraian mengenai percobaan-percobaan transplantasi jaringan. Sedang di India beberapa puluh tahun sebelum Kristus, seorang ali bedah bangsa Hindu telah berhasil memperbaiki hidung seorang tahanan yang cacat akibat siksaan, dengan cara mentransplantasikan sebagian kulit jaringan lemak di bawahnya yang berasal dari lengannya. Pengalaman ini merangsang George Tagliacosi, ahli bedah bangsa Italia, pada tahun 1597 mencoba memperbaiki cacat pada hidung seseorang dengan menggunakan kulit milik kawannya.
Pada tahun 1863, Paul Bert, ahli fisiologi bangsa Perancis berpendapat transplantasi jaringan antar individu yang sejenis akan mengalami kegagalan, tetapi dia tidak dapat menjelaskan sebabnya. Kemudian pada tahun 1903, C.O. Jensen, seorang ahli biologi dan tahun 1912, G. Schone, seorang ahli bedah; kedua-duanya bangsa Jerman; menjelaskan mekanisme penolakan jaringan oleh resipien, yaitu karena terjadi proses imunitas dalam tubuh resipien. John Murphy, ahli bedah bangsa Amerika, pada tahun 1897 telah berhasil menyambung pembuluh darah pada binatang percobaan. Prestasinya ini membawa perkembangan lebih pesat dan lebih maju dalam bidang transplantasi dan menjadi tonggak diadakannya transplantasi organ.
Pada tahun 1902 E. Ullman, ahli bedah bangsa Jerman, dan setahun kemudian Claude Beck, ahli bedah bangsa Amerika, telah berhasil melakukan transplantasi ginjal pada seekor anjing.Pada awal abad ke XX timbul pemikiran mengadakan transplantasi jaringan atau organ pada dua individu kembar yang berasal dari satu sel telur. Karena individu kembar yang berasal dari satu sel telur secara biologis dapat dianggap satu individu. Berdasarkan kenyataan ini mendorong Dr. J.E. Murray pada tahun 1954 untuk mengobati seorang anak yang menderita penyakit ginjal dengan mentransplantasikan ginjal yang berasal dari sudara kembarnya.


2)DEFINISI TRANSPLANTASI
Di dalam dunia kedokteran, transplantasi (pencangkokan) dapat diartikan sebagai usaha memindahkan sebagian dari bagian tubuh (jaringan atau organ) dari satu tempat ke tempat lain. Dari pengertian tersebut transplantasi dapat dibagi menjadi dua bagian:a.Transplantasi jaringan seperti pencangkokan kornea mata.b.Transplantasi organ seperti pencangkokan ginjal, jantung, dan sebagainyaBerdasarkan hubungan genetik antara donor dengan resipien, ada tiga macam pencangkokan, yaitu:
1. Autotransplantasi
Yaitu transplantasi dimana donor dan resipiennya satu individu. Seperti seseorang yang pipinya dioperasi untuk memulihkan bentuk, diambil daging dari bagian tubuhnya yang lain.
2. Homotransplantasi (Allotransplantasi)
yaitu transplantasi dimana donor dan resipiennya individu yang sama jenisnya. Homotransplantasi dapat terjadi pada dua individu yang masih hidup; bisa juga antara donor yang sudah meninggal yang disebut cadaver donor sedang resipien masih hidup.
3. Heterotransplantasi (Xenotransplantasi),
Yaitu transplantasi yang donor dan resipien nya adalah dua individu yang berbeda jenisnya. Misalnya mentransplantasikan jaringan atau organ dari binatang ke manusia.Indikasi utama transplantasi organ adalah ikhtiar pengobatan organ itu (yang menderita penyakit sehingga merusak fungsinya) setelah semua ikhtiar pengobatan lainnya dilakukan tetapi mengalami kegagalan.Melihat tingkatannya, tujuan transplantasi untuk pengobatan mempunyai kedudukan yang berlainan; ada yang semata-mata pengobatan dari sakit atau cacat yang kalau tidak dilakukan dengan pencangkokan tidak akan menimbulkan kematian, tetapi akan menimbulkan cacat atau ketidak sempurnaan badan, seperti pencangokan menambal bibir sumbing, pencangkokan kornea untuk mengobati orang yang korneanya rusak atau tidak dapat melihat. Kalau tidak dilakukan pencangkokan, orang yang sumbing tetap sehat seluruh jasmaninya, hanya mukanya tidak sebagaimana biasa. Mengenai pencangkokan kornea, jika tidak dilakukan tidak akan mengalami kematian tetapi mengakibatkan kebutaan yang akan mengurangi kegiatan dibanding orang yang lengkap seluruh anggota badannya.Pada pencangkokan yang termasuk pengobatan yang jika tidak dilakukan akan menimbulkan kematian, adalah seperti pencangkokan penggantian ginjal, hati, jantung, dan sebagainya. Kalau tidak dialkukan pencangkokan akan mengakibatkan kematian pasien.Melihat tingkatan itu, dapat diperinci, pada pencangkokan tingkat pertama adalah tingkat dihajadkan, sedang tingkat kedua tingkat darurat.

3)ASPEK HUKUM TRANSPLANTASI
Pengaturan mengenai transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia telah diatur dalam hukum positif di Indonesia. Dalam peraturan tersebut diatur tentang siapa yang berwenang melakukan tindakan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia, bagaimana prosedur pelaksanaan tindakan medis transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia, juga tentang sanksi pidana. Dalam UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan bagi pelaku pelanggaran baik yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan, melakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia tanpa persetujuan donor atau ahli waris, memperjual belikan organ dan atau jaringan tubuh manusia diancam pidana penjara paling lama 7 (tujuh ) tahun dan denda paling banyak Rp.140.000.000,- (seratus empat puluh juta) sebagaimana diatur dalam Pasal 81 ayat (1)a, Pasal 81 ayat (2)a, Pasal 80 ayat (3), dan sanksi administratif terhadap pelaku pelanggaran yang melakukan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia yang diatur dalam Pasal 20 ayat (2) PP No. 81 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Minis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat dan/atau Jaringan Tubuh Manusia.
Untuk menanggulangi perdagangan gelap organ dan/atau jaringan tubuh manusia diatur dalam UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang berisi ketentuan mengenai jenis perbuatan dan sanksi pidana bagi pelaku yang terdapat dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 11, Pasal 13, dan Pasal 17, dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 120.000.000, (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000, (enam ratus juta rupiah). Sedangkan sebagai bentuk perlindungan terhadap anak yang juga rentan terhadap tindakan eksploitasi perdagangan gelap transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh telah diatur dalam Pasal 47 dan Pasal 85 UU NO. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta yang berisi ketentuan mengenai jenis tindak pidana dan sanksi pidana yang dapat dikenakan terhadap pelakunya.
Dalam melakukan tindakan medis transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia seorang dokter harus melakukannya berdasarkan standart profesi serta berpegang teguh pads Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI).

4) TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSPLANTASI
Mengenai pengobatan, dalam Al-Qur’an tidak disebutkan secara khusus , hanya ada petunjuk bahwa diturunkannya Al-Qur’an sebagai penyembuh seperti pada surat Al-Isra’ yang artinya adalah “
Al-Qur’an adalah penyembuh atau obat yang sempurna, obat rohani dan jasmani, obat bagi dunia dan akhirat”

Ayat lain yang menganjurkan agar memelihara diri untuk tidak berbuat yang mendatangkan kerusakan diri, seperti tersebut dalam surat Al-Baqarah ayat 195:
“ Janganlah kamu menjerumuskan diri dalam kerusakan”

Ayat di atas mengandung ketentuan agar kita tidak berbuat yang merusakkan diri, termasuk dalam pengertian ini adalah larangan membiarkan diri tidak terpelihara, sehingga menderita sakit, dan bila menderita sakitpun kita dilarang untuk membiarkan diri untuk diobati. Dengan kata lain mengobati badan di waktu menderita sakit merupakan perintah Tuhan.
Secara tegas Hadist Nabi berbunyi:
“Hendaklah kamu sekalian berobat, wahai hamba Allah, karena Allah tidak menjadikan penyakit kecuali menjadikan pula obatnya, selain penyakit yang satu yaitu penyakit tua.”

Hadist ini tidak termasuk hadist yang sahih Bukhari Muslim, tetapi isinya didukung oleh hadist lain yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
“Setiap penyakit ada obatnya. Jika obat diterapkan atas sesuatu penyakit, semoga sembuh dengan izin Allah
.”Dari segi pengobatan maka pencangkokan itu dapat digolongkan hal yang dianjurkan, melihat pada lafaz Hadist pertama di atas, yakni bentuk amar (perintah).
Hukum yang ditunjuki oleh amar itu wajib. Melihat jiwa ayat dan hadist di atas, serta mempertahankan qaidah di atas dapat ditetapkan sementara bahwa hukum pencangkokan adalah wajib, sekurang-kurangnya sunnah.Tetapi belum dapat berhenti sampai di sini, karena jika dilihat cara pencangkokan dan macamnya, dokter yang melakukan pencangkokan itu harus melakukan operasi yang memerlukan pembicaraan tersendiri, apalagi pada homotransplantsi dengan cadaver donor. Dalam persoalan ini akan dijumpai nash umum baik Al-Qur’an maupun Sunnah yang melarang adanya pelukaan, pengaliran darah, khususnya pelukaan terhadap mayat. Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 84:
“Kamu sekalian tidak akan menumpahkan darah kamu”

Hadist Nabi antara lain:

“Maka sungguh darah kamu dan harta kamu serta hartabenda kamu diharamkan bagi kamu (jangan diganggu)”.

Hadist tentang melukai mayat:
“Merusak tulang mayat adalah dosanya seperti merusak tulang orang yang masih hidup.”

Memperhatikan nash-nash di atas, maka terlihat adanya taa’arudl (kontradiksi) dengan nash sebelumnya yang menganjurkan berobat. Taa’rudl; karena nash-nash di atas melarang orang mengalirkan darah atau melukai orang lain, sedang nash sebelumnya menyuruh orang berobat, termasuk pencangkokan yang pelaksanaannya melukai dan mengalirkan darah orang lain.Adapun pencangkokan yang tujuannya pengobatan itu, dilakukan dengan mengadakan operasi jaringan atau organ, bahkan kalau terpaksa dengan organ yang telah meninggal selaku donornya; hal itu belum ada dalilnya dan perlu dicari.Dalil yang ada melarang berbuat dan bertindak yang mendatangkan kerusakan.
Dalam mengadakan operasi atau pencangkokan memecahkan tulang atau organ mayatpun dilarang oleh Hadist di atas karena mendatangkan kerusakan. Maka terlihat dua masalah yang keduanya akan mendatangkan kerusakan. Yaitu bila tidak dilakukan pencangkokan akan terdapat kemadharatan yakni kematian, bila dilakukan pencangkokan akan terpaksa melakukan hal yang mendatangkan kemadharatan yakni operasi pengambilan jaringan atau organ.
Dari Qaidah Fiqhiyyah didapati qaidah yang relevan dengan masalah ini, ialah:
“Kemadharatan dihilangkan”
“Kemadharatan dihilangkan sedapat mungkin”

Prinsip dalam Hukum Islam, bahwa segala yang menimbulkan kemadharatan harus dihindari dan diusahakan hilangnya. Untuk dua masalah kemadharatan digunakan qaidah:

“Kemadharatan yang lebih berat dihilangkan dengan kemadharatan yang lebih ringan”
Sehingga dengan demikian hukum pencangkokan yang dilakukan untuk menyelamatkan jiwa pasien, dengan tujuan pengobatan untuk menghindari cacat tubuh adalah
mubah